Travelogues

Selasa, 27 Maret 2012

Membuburkan Sumatra



Kadang, cara terbaik untuk menikmati keelokan alam Sumatra adalah… membiarkan diri tertidur di bis yang sedang melaju.

Saya baru saja singgahi Pekanbaru ketika sesuatu yang mirip tips bagi pelancong itu terlintas di pikiran. Persinggahan ke sana sederhana. Sekadar melayani kasih seorang kawan. Saya terima perulangan undangannya ketika masih menggilir pelancongan di beberapa titik Barat dan Utara ujung Sumatra “Sempatkan singgah ke Pekanbaru!”

Pesan dari Hariansyah alias Kaka itu akhirnya saya sahut dengan apa tawaran terbaiknya sehingga saya tak bisa tak singgah? Jawaban yang datang, “Kubuatkan kau secangkir kopi!”

Adududuh! Ada yang lebih manis dan menaklukkan ketimbang jawaban itu? Yang lebih mahal banyak!

Persinggahan kali itu memang hanya sepeminuman beberapa cangkir kopi. Selain sempat bertukar kabar dan bertular kehangatan dengan keluarga Kaka. Sempat pula obrol ringan tentang isu lingkungan hidup yang menjadi konsentrasi pekerjaan sang kawan yang sedang dipercaya memimpin Walhi Riau ini. Isu lingkungan yang didominasi isu perkebunan besar, industri migas, dan pembalakan hutan berkait industri bubur kertas. Lalu saya sudah duduk manis di kursi bis akan antar tuju Palembang.

Langit di kaca jendela sepanjang jalur lintas Sumatra sedang panas. Sesekali tampak truk-truk angkut kayu. Pemandangan ini mengental di kota kecil, Pangkalan Kerinci. Di tepi Barat ibukota kabupaten Pelalawan propinsi Riau ini memang berdiri sebuah pabrik pulp (bubur kayu) dan kertas, PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP). Kayu bertruk-truk tadi diangkut menuju ke pabrik PT RAPP yang merupakan bagian dari Asia Pasifik Resources Internasional Holding Ltd. (APRIL).

Pabrik di Pangkalan Kerinci ini sudah dibangun sejak 1992. Kini kapasitas produksinya 2,09 juta ton pulp saban tahun dan 350 ribu ton kertas tiap tahun. Bila untuk tiap ton pulp perlu 4,5 m2 kayu, maka dalam satu tahun pabrik ini perlu sekitar 9,5 juta ton kayu bulat dalam setahun. Secara kasar, dari tiap hektar hutan tanaman industri dapat dipanen kayu bulat sebanyak 80 m2 atau dibesarkan jadi 100 m2, maka rerata perlu 100 ribu hektar hutan yang harus dibikin cepak.

Riau tak hanya punya RAPP. Di propinsi ini juga ada pabrik bubur kayu dan kertas bernama Indah Kiat Pulp & Paper (IKPP), milik grup Sinar Mas.

Ketimbang RAPP, umur IKPP lebih tua. Sudah ada sejak era 1980-an. Besaran angka produksi sesuai kapasitas terpasang IKPP juga di atas RAPP. Hampir 2,4 juta ton pulp per tahun. Sudah pasti butuh kayu juga lebih banyak.

Dua pabrik ini menjadikan Riau sebagai propinsi penghasil bubur kayu dan kertas utama di Indonesia. Lebih dari separuh produksi nasional dihasilkan Riau. Sisanya, hasil kerajinan empat pabrik di Sumatra dan satu pabrik di Borneo.

Wajar laju penebangan hutan demi bubur kertas di bumi lancang kuning dianggap berlangsung sangat lesat amat gancang dan luar biasa massif. Lebih-lebih bila kebutuhan kayu untuk kedua pabrik ini tak bisa dipenuhi oleh hutan tanaman industri (HTI) yang mereka punya.

Selengkapnya bisa dibaca di tulisan saya di kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar