Kadang,
cara terbaik untuk menikmati keelokan alam Sumatra adalah… membiarkan diri
tertidur di bis yang sedang melaju.
Saya baru
saja singgahi Pekanbaru ketika sesuatu yang mirip tips bagi pelancong itu
terlintas di pikiran. Persinggahan ke sana sederhana. Sekadar melayani kasih
seorang kawan. Saya terima perulangan undangannya ketika masih menggilir
pelancongan di beberapa titik Barat dan Utara ujung Sumatra “Sempatkan singgah ke
Pekanbaru!”
Pesan dari
Hariansyah alias Kaka itu akhirnya saya sahut dengan apa tawaran terbaiknya
sehingga saya tak bisa tak singgah? Jawaban yang datang, “Kubuatkan kau
secangkir kopi!”
Adududuh! Ada yang
lebih manis dan menaklukkan ketimbang jawaban itu? Yang lebih mahal banyak!
Persinggahan
kali itu memang hanya sepeminuman beberapa cangkir kopi. Selain sempat bertukar
kabar dan bertular kehangatan dengan keluarga Kaka. Sempat pula obrol ringan
tentang isu lingkungan hidup yang menjadi konsentrasi pekerjaan sang kawan yang
sedang dipercaya memimpin Walhi Riau ini. Isu lingkungan yang didominasi isu
perkebunan besar, industri migas, dan pembalakan hutan berkait industri bubur
kertas. Lalu saya sudah duduk manis di kursi bis akan antar tuju Palembang.
Langit di
kaca jendela sepanjang jalur lintas Sumatra sedang panas. Sesekali tampak
truk-truk angkut kayu. Pemandangan ini mengental di kota kecil, Pangkalan
Kerinci. Di tepi Barat ibukota kabupaten Pelalawan propinsi Riau ini memang
berdiri sebuah pabrik pulp (bubur kayu) dan kertas, PT Riau Andalan Pulp and
Paper (PT RAPP). Kayu bertruk-truk tadi diangkut menuju ke pabrik PT RAPP yang
merupakan bagian dari Asia Pasifik Resources Internasional Holding Ltd.
(APRIL).
Pabrik di
Pangkalan Kerinci ini sudah dibangun sejak 1992. Kini kapasitas produksinya
2,09 juta ton pulp saban tahun dan 350 ribu ton kertas tiap tahun. Bila untuk
tiap ton pulp perlu 4,5 m2 kayu, maka dalam satu tahun pabrik ini perlu sekitar
9,5 juta ton kayu bulat dalam setahun. Secara kasar, dari tiap hektar hutan
tanaman industri dapat dipanen kayu bulat sebanyak 80 m2 atau dibesarkan jadi
100 m2, maka rerata perlu 100 ribu hektar hutan yang harus dibikin cepak.
Riau tak
hanya punya RAPP. Di propinsi ini juga ada pabrik bubur kayu dan kertas bernama
Indah Kiat Pulp & Paper (IKPP), milik grup Sinar Mas.
Ketimbang
RAPP, umur IKPP lebih tua. Sudah ada sejak era 1980-an. Besaran angka produksi
sesuai kapasitas terpasang IKPP juga di atas RAPP. Hampir 2,4 juta ton pulp per
tahun. Sudah pasti butuh kayu juga lebih banyak.
Dua pabrik
ini menjadikan Riau sebagai propinsi penghasil bubur kayu dan kertas utama di
Indonesia. Lebih dari separuh produksi nasional dihasilkan Riau. Sisanya, hasil
kerajinan empat pabrik di Sumatra dan satu pabrik di Borneo.
Wajar laju
penebangan hutan demi bubur kertas di bumi lancang kuning dianggap berlangsung
sangat lesat amat gancang dan luar biasa massif. Lebih-lebih bila kebutuhan
kayu untuk kedua pabrik ini tak bisa dipenuhi oleh hutan tanaman industri (HTI)
yang mereka punya.
Selengkapnya bisa dibaca di tulisan saya di kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar