Travelogues

Selasa, 27 Maret 2012

Kota Salah Nama



“Jangan-jangan kota salah nama,” duga saya. Duga yang datang ketika seorang kawan bertanya bila Palembang berasal dari kata “pelimbang” yang berkait dengan kegiatan mendulang emas, lalu dimanakah tambang emas itu tertempat? Atau timah?

Bila ada kota yang muncul di atas rawa-rawa, itulah Palembang. Meski sekarang tercatat luas rawa yang tersisa hanya 7.300 hektar yang oleh Walhi Sumsel disebut menyusut dari 22.000 hektar, sebuah referensi kiralogi (ilmu kira-kira) menyebut 40 – 60 persen daratan Palembang merupakan rawa.

Keberadaan rawa yang menjadi habitat banyak mahluk air salah satunya ikan betok, membuat orang Palembang yang dikenal sebagai para pakar (pacak bekelakar), menyebut kelakar mereka Palembang-an kelakar betok. Reklamasi rawa atau sepertinya lebih pas dinamai derawaisasi yang dilakukan pengelola daerah hanya mengurangi populasi ikan betok tanpa mengurangi daya kelakar.

Maaf ngelantur. Tapi keberadaan rawa berkait dengan jawaban bila ditanya dimana lokasi penambangan yang membuat nama Palembang dikait-kaitkan dengan kegiatan penambangan. Arkeolog senior, Gugun Betawi, terkekeh-kekeh menjawab keingintahuan saya. Lagi pula selain rawa di Palembang dan luapan lumpur dari ulu yang menyebabkan sedimentasi dimana-mana, teknologi pertambangan masa lalu pastilah tak meninggalkan jejak sedahsyat tambang emas milik Freeport dan Newmonster (bukan nama sebenarnya) atau kolong-kolong (lubang) gali timah di darat Bangka Belitung.

Nurhadi Rangkuti, kepala Balai Arkeologi Palembang, yang mendalami arkeologi lahan basah (wetland archaeology) juga berpendapat senada. Palembang kuno, terutama bila berkait sejarah Sriwijaya yang dianggap berpusat di sini memang banyak menyisakan kota di bawah kota, tersimpan dalam tanah dan rawa. Tapi sangat sulit menemukan tempat me-limbang emas di titik yang menjelma menjadi kota besar bernama Palembang.

Kata Palembang sendiri diduga sudah sangat tua. Walau kini sedang mulai banyak ditulis Abdul Azim Amin bahwa Palembang berasal dari bahasa Arab Fa-Lin-Ban,  tapi keberadaannya sudah disebut-sebut dalam catatan tua para pengembara Cina. Sebagai Pa-lin-fong dalam kronik Chu-fan-chi (1225). Tua sekali itu. Bagaimana bisa temukan jejak penambangan berteknologi sederhana di sana, sedang jejak kota tambang minyak modern di Talangakar yang belum berumur seabad pun kini sudah macam kota dalam dongeng saja.

Kegenitan untuk menjawab pertanyaan satu kawan mengantarkan saya bepergian jauh jauh jauh mengulu air Musi. Ke tempat-tempat yang pernah mashyur sebagai [baca selengkapnya]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar